Ibukota – Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapi perilaku untuk mengatasi insomnia juga dapat membantu menghurangi risiko depresi pascapersalinan, kondisi keseimbangan mental yang memengaruhi sekitar 10 persen perempuan setelahnya melahirkan.
Menurut siaran Medical Daily pada Hari Jumat (1/11), depresi pascapersalinan antara lain ditandai dengan kelainan suasana hati parah, kelelahan terus-menerus, kesulitan tidur pada di malam hari hari, kesulitan merawat diri sendiri atau bayi, mendebarkan diri dari kontak sosial, juga kesulitan berkonsentrasi serta menyebabkan keputusan.
Perempuan yang mana mengalami gejala demikian dianjurkan untuk tidur, istirahat, serta berolahraga dan juga mencari layanan penyembuhan atau penyembuhan untuk meredakannya.
Menurut penelitian terbaru yang mana diterbitkan di Journal of Affective Disorders, pengurusan perilaku kognitif untuk insomnia (Cognitive Behavioral Therapy for Insomnia/CBT-I) juga dapat berfungsi sebagai komponen pelindung terhadap depresi pascapersalinan.
“Penelitian kami mengeksplorasi bagaimana mengatasi hambatan tidur seperti insomnia dapat mendatangkan kesejahteraan mental yang mana lebih banyak baik bagi keluarga, membantu warga tua lalu anak-anak dia berkembang,” kata Dr. Elizabeth Keys, salah satu penulis hasil penelitian tersebut, di siaran pers.
Ia menyampaikan pentingnya intervensi untuk mengatasi insomnia bagi kesegaran mental penduduk tua lalu bayi.
“CBT-I adalah standar emas untuk penyembuhan insomnia serta secara konsisten terbukti memperbaiki gejala depresi,” kata Dr. Keys.
“Efek pengobatannya mirip dengan obat antidepresan ke kalangan khalayak dewasa, tetapi dengan efek samping yang digunakan tambahan sedikit, kemudian lantaran itu kerap kali lebih lanjut disukai oleh ibu hamil,” ia menambahkan.
Terapi perilaku kognitif untuk insomnia dimulai dengan mengidentifikasi pikiran, perilaku, lalu pola tidur pasien yang tersebut berkontribusi terhadap insomnia.
Kesalahpahaman atau kebiasaan yang mana mengganggu tidur kemudian ditantang lalu dibingkai ulang guna meningkatkan kualitas tidur.
Dalam penelitian mereka, para peneliti mengevaluasi 62 perempuan dengan insomnia yang selama lima minggu mendapat intervensi CBT-I, yang mana secara khusus disesuaikan bagi perempuan hamil.
Simptom insomnia juga depresi kontestan penelitian diperiksa sebelum intervensi, segera setelahnya, dan juga sekali lagi pada enam bulan pascapersalinan.
Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan signifikan kualitas tidur di dalam antara para peserta, lalu berkurangnya gejala depresi enam bulan pasca melahirkan.
“Ini hasil yang digunakan sangat menggembirakan bagi siapa pun yang tersebut telah terjadi berjuang pada minggu-minggu serta bulan-bulan awal dengan bayi merek yang dimaksud baru lahir,” kata Dr. Keys.
Ia memaparkan bahwa hasil studi yang disebutkan menambah bukti yang mana mengalami perkembangan bahwa mengobati insomnia selama kehamilan mendatangkan beragam manfaat.
Oleh dikarenakan itu, menurut dia, penting untuk mengeksplorasi upaya untuk memudahkan ibu hamil mengakses layanan perawatan dini untuk mengatasi insomnia.
Artikel ini disadur dari Terapi insomnia bisa bantu kurangi risiko depresi pasca-persalinan