JEPANG – Jepun sedang dihantui oleh lonely deaths yang dimaksud menimbulkan 21.716 pendatang meninggal bola sendirian. Temuan ini berdasarkan sebuah studi baru, yang digunakan menandakan tantangan yang dihadapi pemerintah untuk mengatasi isolasi sosial pada demografi ini.
Lonely deaths muncul ke berada dalam pembaharuan cepat di penduduk Jepang. Khususnya unit keluarga yang mana terus berkembang, tidaklah dapat diimbangi dengan penciptaan jaringan untuk menyokong peningkatan jumlah agregat lansia yang mana harus mengurus diri sendiri.
Masataka Nakagawa, peneliti senior ke Institut Nasional Penelitian Kependudukan juga Garansi Sosial yang dimaksud dikelola pemerintah, mengungkapkan ada tiga alasan utama tingginya jumlah agregat kodokushi, atau Lonely deaths pada Jepang.
“Ada inovasi besar di tatanan hidup ke keluarga Jepang,” kata Nakagawa terhadap This Week in Asia dilansir dari South China Morning Post, Hari Jumat (17/5/2024).
“Dulu kami memiliki beberapa generasi keluarga yang tersebut tinggal bersama. Namun hal ini tak lagi berjalan sebab anak-anak cenderung menjauh dari khalayak tuanya lantaran alasan pekerjaan,” sambungnya.
Selain itu, hitungan pernikahan ke Negeri Sakura sudah pernah mengecil selama beberapa tahun. Itu berarti ketika ini terdapat banyak pemukim lajang, bahkan ke kalangan lansia.
Faktor ketiga adalah rata-rata harapan hidup yang dimaksud lebih lanjut panjang. Kondisi ini menyebabkan setengah dari pasangan lanjut usia, yang dimaksud mana biasanya perempuan hidup sendirian.
Statistik mengenai lonely deaths dirilis oleh Badan Kepolisian Nasional baru-baru ini. Mereka menunjukkan bahwa di seluruh Jepang, 21.716 penduduk meninggal sendirian pada tiga bulan pertama tahun ini, dengan hampir 80 persen, atau 17.034 orang, berusia 65 tahun atau lebih.
Artikel ini disadur dari Lonely Deaths Menghantui Jepang, 21.716 Orang Meninggal Dunia Sendirian